SEJARAH
TERBENTUKNYA GOMBONG
Saya
Sulistyorini Tri Utami tinggal di wilayah Gombong kabupaten Kebumen. Gombong
sendiri sudah dapat dikategorikan kota karena sebagian besar penduduknya tidak
bekerja sebagai petani tetapi penduduknya bekerja dalam suatu lembaga-lembaga
tertentu atau para penduduknya sebagian besar bekerja sesuai keahlian dan
kepandaiannya seperti TNI-AD, guru, bidan, dll. Di Gombong pemuda-pemudanya
mudah berbaur dengan sesama pemuda disana serta para pemudanya aktiv dalam
suatu organisasi didaerahnya seperti organisasi panitia remaja, organisasi
cabang ranting muhammadiyah, dll. Gombong juga mempunyai sejarah bagaimana
adanya Kota Gombong saat ini.
Gombong adalah sebuah kecamatan yag termasuk
wilayah Kebumen yang terletak di Jawa Tenga. Nama Kebumen berasal dari
kata “kebumian” yang berarti sebagai tempat tinggal Kyai Bumi. Setelah
dijadikan daerah pelarian Pangeran Bumi Dirja atau Pangeran Mangku Bumi dari
Mataram pada tanggal 26 Juli 1677 saat berkuasanya Sunan Amangkurat 1.
Sebelumnya daerah ini tercatat dalam peta sejarah nasional sebagai salah satu
tonggak patriotik dalam penyerbuan
Prajurit Mataran ( zaman Sultan Agung ) ke benteng pertahanan belanda di
batavia. Saat ini kebumen masih bernama pajer, seorang cicit Pangeran Senopati
yaitu bagus Bondronolo yang dilahirkan di desa Karanglo, Pajer. Atas permintaan
Ki Suwarno, utusan Mataran yang bertugas pengadaan logistik dan berhasil
mengumpulkan bahan pangan dari rakyat di daerah ini dengan jalan membeli. Keberhasilan
membuat lumbung padi, bessar artina pada Prajurit Mataram., sebagai bentuk
penghargaan dari Sultan Agung, Ki Suwarno kemudian di angkat sebagai Bupati
Panjer pada saat itu. Sedangkan Bagus Bodronolo dikirim ke Batavia sebagai
Prajurit pengawal pagan. Adapun selain daripada tokoh di atas, ada seorang
tokoh legendaris pula dengan nama Joko Sangrib, ia adalah putra Pangeran
Puger/Paku Buwono I dari Mataram, dimana ibu Joko Sangrib masih adik ipar dari
Demang Honggoyudo di Kuthawinangun. Setelah dewasa ia memiliki nama Tumenggung
Honggowongso, ia bersama Pangeran Wijil dan Tumenggung Yosodipuro I berhasil
memindahkan keraton Kartosuro ke kota Surakarta sekarang ini. Pada kesempatan
lain ia juga berhasil memadamkan pemberontakan yang ada di daerah Banyumas,
karena jasanya kemudian oleh Keraton Surakarta ia diangkat dengan gelar
Tumenggung Arungbinang I, sesuai nama wasiat pemberian ayahandanya. Dalam Babad
Kebumen keluaran Patih Yogyakarta, banyak nama di daerah Kebumen adalah berkat
usulannya.
Di dalam Babad Mataram disebutkan pula Tumenggung
Arungbinang I berperan dalam perang Mataram/Perang Pangeran Mangkubumi, saat
itu ia bertugas sebagai Panglima Prajurit Dalam di Karaton Surakarta. Di dalam
perang tersebut hal yang tidak masuk akal adalah ia tidak menyerah ke Pangeran
Mangkubumi,yang seharusnya berpihak ke Pangeran Mangkubumi karena beliau
termasuk putra Paku Buwono I/ Pangeran Puger. Ternyata ia bertugas sebagai
mata2 penghubung antara pihak Kraton Surakarta dengan Pengeran Mangkubumi, pada
tiap2 waktu ia sabagai utusan Kraton Surakarta untuk membawakan biaya perang
kepada Pangeran Mangkubumi. Cara membawa biaya perang tersebut yang dalam
bentuk emas dan berlian yang dimasukkan di dalam sebuah Kendang besar, tidak
ada satupun yang tahu, baik Belanda,para punggawa Kraton Solo maupun para
prajurit pihak Pangeran Mangkubumi sendiri. Cara membawanya dengan
diselempangkan di belakang badannya sambil naik naik kuda, begitu berhasil
menembus posisi yang dekat dengan Pangeran Mangkubumi maka dengan cepatnya
Kendang tersebut ditaruh di dekat Pangeran Mangkubumi, kemudian pergi lagi.
Demikian pada tiap2 waktu Arungbinang melaksanakan misi rahasia tersebut,
sehingga perang Pangeran Mangkubumi mendapatkan biaya, bahkan peperangan ini
ada yang menyebutkan sebagai perang Kendang. Tampaknya alasan inilah yang
membuat posisi Arungbinang sebagai utusan rahasia. Tugas seperti itu dilakukan
berulangkali.
Kebumen sebelah
barat berbatasan dengan KAB Banyumas dan Cilacap, sebelah timur berbatasan
dengan Wonosobo, Purworjo, sementara sebelah selatan berbatasan dengan Samudra
hindia. Nama Gombong yang merupakan bagian dari wilayah Kebumen berada di
selatan Kebumen. Gombong merupakan suatu daerah yang terdiri dari pegunungan
kapur yang membujur hungga pantai selatan, dimana banyak gua stalaktit dan
stalakmid. Sedangkan Pada masa perjuangan Pahlawan Diponegoro (1825-1830) nama desa Gombong
belum ada, tetapi namanya adalah dukuh Giyombong. Nama dukuh tersebut berasal
dari nama kepala Desa
Karena didudukinya daerah Banyumas oleh Kompeni
Belanda, Kyai Gombong Wijaya menyingkirkan diri si suatu daerah tak bertuan di
sebelah barat kemit dan menetap disitu, bersama pengikutnya. Beliau selaku
ketua rombongan sekaligus sebagai bekel atau Kepala Dukuh. Selanjutnya beliau
disebut Kiyai Giyombong. Para pendatang maupun pengungsi dari daerah-daerah
yang sudah tidak aman karena telah diduduki oleh kompeni atau Belandapun
singgah ke dukuh Giyombong. Baik untuk tinggal sementara maupun menetap menjadi
penduduk dukuh Giyombong yang dipimpinnya. Dari Banyumas, Belanda semakin
terdesak dan akhirnya mengambil siasat untuk mendirikan pertahanan di sebelah
dukuh Giyombong yang mulai ramai oleh penduduk, dan belum banyak diketahui
keberadaannya itu. Belanda pun mendirikan pertahanan berupa benteng yang
nantinya akan dipakai untuk berlindungnya pasukan yang terdesak dari
pertempuran di sekitar Banyumas dari pertempuran di sekitar Banyumas dan Ngijo
(sekarang ijo). Dalam pembangunan benteng pertahanan itu, Belanda memaksa
masyarakat dukuh Giyombong untuk kerja rodi atau kerja paksa bahu membahu
mendirikan benteng, yang nantinya benteng itu diberi nama Benteng Van Der
Wijck. (Kini terkenal sebagai salah satu obyek wisata Kabupaten Kebumen dari
Gombong yang terkenal).
Kiyai Giyombong atau bekel dukuh Giyombong sebagai
kepala dukuh merasa kasihan melihat penduduknya yang setiap hari kerja rodi
tanpa upah, dari pagi hingga petang, yang menyebabkan kelaparan disana-sini
karena sawah tidak ada yang menggarap, dan kalau persediaan makanpun telah
diambil oleh Belanda. Hal itu membuat penduduk dukuh Giyombong menderita.Namun,
ketika Kiyai Giyombong mendengar berita tentang pertempuran pasukan Mataram
dengan kompeni Belanda di daerah Ayah, dan dengan kemenangan di pihak Mataram.
Kiyai Giyombong pun mengambil siasat untuk meminta perlindungan dari pihak
Mataram agar penduduk Giyombong terbebas dari penderitaan dan kelaparan.
Kemudian Kiyai Giyombong menghadap pasukan Mataram yang bermarkas di bukit
Indrakila. Permintaan beliau pun disetujui, kemudian pasukan Mataram berpindah
markas di daerah dapuran pring di sebelah selatan dukuh Giyombong.Pertempuran sengit pun terjadi siang dan malam di daerah Giyombong, penduduk sudah tidak lagi kerja rodi pada kompeni, namun diperintahkan oleh bekel dukuh mereka untuk bahu membahu membantu pihak Mataram melawan Belanda. Belandapun mundur ke benteng pertahanannya. Dan pasukan matarm melanjutkan bergerilya ke daerah timur. Untuk mengenang jasa Kiyai Giyombong, dukuh yang semakin ramai kini menjadi ibukota kecamatan dan dikenal sebagai kota Gombong. Hingga sekarang masyarakat Gombong masih mempercayai beberapa (Piweling) Kiyai Giyombong, yang antara lain: “Eling-eling, mbesuk jaman rame, ing Giyombong (Gombong) ora bakal ana peperangan / rerusuhan maneh, nanging sing ana yaiku godane mung “ main lan royal
0 komentar:
Posting Komentar