Jumat, 12 Februari 2016

 

 

 

 

 

SEJARAH TERBENTUKNYA GOMBONG
Saya Sulistyorini Tri Utami tinggal di wilayah Gombong kabupaten Kebumen. Gombong sendiri sudah dapat dikategorikan kota karena sebagian besar penduduknya tidak bekerja sebagai petani tetapi penduduknya bekerja dalam suatu lembaga-lembaga tertentu atau para penduduknya sebagian besar bekerja sesuai keahlian dan kepandaiannya seperti TNI-AD, guru, bidan, dll. Di Gombong pemuda-pemudanya mudah berbaur dengan sesama pemuda disana serta para pemudanya aktiv dalam suatu organisasi didaerahnya seperti organisasi panitia remaja, organisasi cabang ranting muhammadiyah, dll. Gombong juga mempunyai sejarah bagaimana adanya Kota Gombong saat ini.
Gombong adalah sebuah kecamatan yag termasuk wilayah Kebumen yang terletak di Jawa Tenga. Nama Kebumen  berasal dari  kata “kebumian” yang berarti sebagai tempat tinggal Kyai Bumi. Setelah dijadikan daerah pelarian Pangeran Bumi Dirja atau Pangeran Mangku Bumi dari Mataram pada tanggal 26 Juli 1677 saat berkuasanya Sunan Amangkurat 1. Sebelumnya daerah ini tercatat dalam peta sejarah nasional sebagai salah satu tonggak patriotik dalam  penyerbuan Prajurit Mataran ( zaman Sultan Agung ) ke benteng pertahanan belanda di batavia. Saat ini kebumen masih bernama pajer, seorang cicit Pangeran Senopati yaitu bagus Bondronolo yang dilahirkan di desa Karanglo, Pajer. Atas permintaan Ki Suwarno, utusan Mataran yang bertugas pengadaan logistik dan berhasil mengumpulkan bahan pangan dari rakyat di daerah ini dengan jalan membeli. Keberhasilan membuat lumbung padi, bessar artina pada Prajurit Mataram., sebagai bentuk penghargaan dari Sultan Agung, Ki Suwarno kemudian di angkat sebagai Bupati Panjer pada saat itu. Sedangkan Bagus Bodronolo dikirim ke Batavia sebagai Prajurit pengawal pagan. Adapun selain daripada tokoh di atas, ada seorang tokoh legendaris pula dengan nama Joko Sangrib, ia adalah putra Pangeran Puger/Paku Buwono I dari Mataram, dimana ibu Joko Sangrib masih adik ipar dari Demang Honggoyudo di Kuthawinangun. Setelah dewasa ia memiliki nama Tumenggung Honggowongso, ia bersama Pangeran Wijil dan Tumenggung Yosodipuro I berhasil memindahkan keraton Kartosuro ke kota Surakarta sekarang ini. Pada kesempatan lain ia juga berhasil memadamkan pemberontakan yang ada di daerah Banyumas, karena jasanya kemudian oleh Keraton Surakarta ia diangkat dengan gelar Tumenggung Arungbinang I, sesuai nama wasiat pemberian ayahandanya. Dalam Babad Kebumen keluaran Patih Yogyakarta, banyak nama di daerah Kebumen adalah berkat usulannya.
Di dalam Babad Mataram disebutkan pula Tumenggung Arungbinang I berperan dalam perang Mataram/Perang Pangeran Mangkubumi, saat itu ia bertugas sebagai Panglima Prajurit Dalam di Karaton Surakarta. Di dalam perang tersebut hal yang tidak masuk akal adalah ia tidak menyerah ke Pangeran Mangkubumi,yang seharusnya berpihak ke Pangeran Mangkubumi karena beliau termasuk putra Paku Buwono I/ Pangeran Puger. Ternyata ia bertugas sebagai mata2 penghubung antara pihak Kraton Surakarta dengan Pengeran Mangkubumi, pada tiap2 waktu ia sabagai utusan Kraton Surakarta untuk membawakan biaya perang kepada Pangeran Mangkubumi. Cara membawa biaya perang tersebut yang dalam bentuk emas dan berlian yang dimasukkan di dalam sebuah Kendang besar, tidak ada satupun yang tahu, baik Belanda,para punggawa Kraton Solo maupun para prajurit pihak Pangeran Mangkubumi sendiri. Cara membawanya dengan diselempangkan di belakang badannya sambil naik naik kuda, begitu berhasil menembus posisi yang dekat dengan Pangeran Mangkubumi maka dengan cepatnya Kendang tersebut ditaruh di dekat Pangeran Mangkubumi, kemudian pergi lagi. Demikian pada tiap2 waktu Arungbinang melaksanakan misi rahasia tersebut, sehingga perang Pangeran Mangkubumi mendapatkan biaya, bahkan peperangan ini ada yang menyebutkan sebagai perang Kendang. Tampaknya alasan inilah yang membuat posisi Arungbinang sebagai utusan rahasia. Tugas seperti itu dilakukan berulangkali.
Kebumen sebelah barat berbatasan dengan KAB Banyumas dan Cilacap, sebelah timur berbatasan dengan Wonosobo, Purworjo, sementara sebelah selatan berbatasan dengan Samudra hindia. Nama Gombong yang merupakan bagian dari wilayah Kebumen berada di selatan Kebumen. Gombong merupakan suatu daerah yang terdiri dari pegunungan kapur yang membujur hungga pantai selatan, dimana banyak gua stalaktit dan stalakmid. Sedangkan Pada masa perjuangan Pahlawan Diponegoro (1825-1830) nama desa Gombong belum ada, tetapi namanya adalah dukuh Giyombong. Nama dukuh tersebut berasal dari nama kepala Desa
Karena didudukinya daerah Banyumas oleh Kompeni Belanda, Kyai Gombong Wijaya menyingkirkan diri si suatu daerah tak bertuan di sebelah barat kemit dan menetap disitu, bersama pengikutnya. Beliau selaku ketua rombongan sekaligus sebagai bekel atau Kepala Dukuh. Selanjutnya beliau disebut Kiyai Giyombong. Para pendatang maupun pengungsi dari daerah-daerah yang sudah tidak aman karena telah diduduki oleh kompeni atau Belandapun singgah ke dukuh Giyombong. Baik untuk tinggal sementara maupun menetap menjadi penduduk dukuh Giyombong yang dipimpinnya. Dari Banyumas, Belanda semakin terdesak dan akhirnya mengambil siasat untuk mendirikan pertahanan di sebelah dukuh Giyombong yang mulai ramai oleh penduduk, dan belum banyak diketahui keberadaannya itu. Belanda pun mendirikan pertahanan berupa benteng yang nantinya akan dipakai untuk berlindungnya pasukan yang terdesak dari pertempuran di sekitar Banyumas dari pertempuran di sekitar Banyumas dan Ngijo (sekarang ijo). Dalam pembangunan benteng pertahanan itu, Belanda memaksa masyarakat dukuh Giyombong untuk kerja rodi atau kerja paksa bahu membahu mendirikan benteng, yang nantinya benteng itu diberi nama Benteng Van Der Wijck. (Kini terkenal sebagai salah satu obyek wisata Kabupaten Kebumen dari Gombong yang terkenal).
Kiyai Giyombong atau bekel dukuh Giyombong sebagai kepala dukuh merasa kasihan melihat penduduknya yang setiap hari kerja rodi tanpa upah, dari pagi hingga petang, yang menyebabkan kelaparan disana-sini karena sawah tidak ada yang menggarap, dan kalau persediaan makanpun telah diambil oleh Belanda. Hal itu membuat penduduk dukuh Giyombong menderita.Namun, ketika Kiyai Giyombong mendengar berita tentang pertempuran pasukan Mataram dengan kompeni Belanda di daerah Ayah, dan dengan kemenangan di pihak Mataram. Kiyai Giyombong pun mengambil siasat untuk meminta perlindungan dari pihak Mataram agar penduduk Giyombong terbebas dari penderitaan dan kelaparan. Kemudian Kiyai Giyombong menghadap pasukan Mataram yang bermarkas di bukit Indrakila. Permintaan beliau pun disetujui, kemudian pasukan Mataram berpindah markas di daerah dapuran pring di sebelah selatan dukuh Giyombong.
Pertempuran sengit pun terjadi siang dan malam di daerah Giyombong, penduduk sudah tidak lagi kerja rodi pada kompeni, namun diperintahkan oleh bekel dukuh mereka untuk bahu membahu membantu pihak Mataram melawan Belanda. Belandapun mundur ke benteng pertahanannya. Dan pasukan matarm melanjutkan bergerilya ke daerah timur. Untuk mengenang jasa Kiyai Giyombong, dukuh yang semakin ramai kini menjadi ibukota kecamatan dan dikenal sebagai kota Gombong. Hingga sekarang masyarakat Gombong masih mempercayai beberapa (Piweling) Kiyai Giyombong, yang antara lain: “Eling-eling, mbesuk jaman rame, ing Giyombong (Gombong) ora bakal ana peperangan / rerusuhan maneh, nanging sing ana yaiku godane mung “ main lan royal

 

 


0 komentar:

Posting Komentar